Tesis pendidikan kualitatif

The document isnt the same as the pdf

2024.04.16 13:34 Madaramajojo The document isnt the same as the pdf

The document isnt the same as the pdf
Can anyone help? When I converted my research report into pdf, suddenly something like this happened (I don't know how to explain it).
submitted by Madaramajojo to googledocs [link] [comments]


2024.01.28 14:15 treatyoyoself Gimana cara Lo jaga semangat kerja?

EDIT: Iya gua aware ama tech winter. Gua bukannya ga bersyukur ama posisi gua. Cm gw pengen punya spark lagi pas awal-awal gua kerja di tech.. masa-masa 2011-2017. Gua ngerasa semangat kerja penting krn waktu gua sebagian besar buat kerja. Ngejalanin tanpa semangat itu mayan ga enak. Gua kadang bingung lihat temen-temen gua bisa semangat banget.
Gua Juli 2023-Desember 2023 sempet juggling 3 project dan tesis secara paralel. Januari 2024 ini masi sisa 1 project dan tesis gw perlu revisi. Udah dinyatakan lulus, tapi harus direvisi mayor krn ada yg salah. Ya gua tetep bersyukur lulus on time ditengah gua main sirkus ngerjain 3 project. Deadline Feb 2024 buat tesis gua dan 1 project yang lagi gua pegang.
-----------------------
Semangat kerja gua naik turun belakangan ini. Menurut istri gua.. gua burn out. Tahun ini artinya tahun 13 gua kerja. Istri gua baru 3 tahun kerja (lulusan koas 2019 sebelum pandemi). Jadi doi masih semangat-semangatnya. Kalau ada training dari kantor excited. Kalau ada hal baru juga hepi banget. Sikap gua kadang udah kaya Squidward.
Kalau jaman kita kecil ngerasa Squidward ga asik.. hehehe.. ternyata gua ngalamin jadi Squidward.. Oke kembali ke laptop.
Gimana cara lu lu pada buat jaga semangat kerja? Kalau kata motivator-motivator itu harus cari passion lah, harus cari motivasi lah.. gua udah ga percaya. Ada kalanya gua semangat ngikutin omongan mereka.. itu 10 tahun yg lalu dan menurut gua bullshit semua.
Riwayat kerja gua dari umur 17 tahun selepas lulus SMK (jurusan multimedia):
Gua mulai tertarik sama dunia komputer dari SMP. Awalnya ya ngulik Office lah.. tapi lanjut ngulik virtualisasi pake VirtualBox, coba buat desain pakai Corel Draw, cobain jaringan dan bikin LAN party. Waktu itu rasanya asik banget ngulik. Maka dari itu akhirnya gua masuk jurusan SMK Multimedia. Tapi waktu lulus gua ga milih masuk TV sesuai cita-cita gua krn lihat temen gua kerja di TV gila waktunya. Kaya ga ada libur. Akhirnya kerja di IT firm dan ngerjain eLearning. Ganti kantor gua ngerjain web. Ganti kantor lagi masuk ke tata kelola IT..
Gua mulai ngerjain enterprise architecture habis lulus S1 (S. Kom.) tahun 2016. Tahun 2024 ini gua lulus S2 (M. Kom.) dengan jurusan data science. Kenapa data science? Karena bidang ini yang gua masih ngerasa belum banyak bekal. Proses bisnis bisa sambil jalan baca.. Arsitektur aplikasi sama teknologi gua udah mayan gara-gara pernah jadi developer. Jadi syukur-syukur bakal tetep bantu ngerjain kerjaan karena enterprise architecture wajib handle arsitektur data.
Gua ga ngerasa ada sparks lagi pas kerja. Gua udah engap intinya. Padahal banyak yang bilang gua beruntung. Kerjaan gua selaras ama pendidikan. Ilmu gua waktu SMK kepake waktu gua jadi developer eLearning dan web. Hal-hal yang gua pelajarin waktu S1 dan S2 tentu kepake pas ngerjain enterprise architecture.

Beda ama temen-temen gua. Temen deket gua di S2 aja bingung krn gap dia mayan jauh.. krn dia kerja di pabrik dan lulus S2 mau banting setir jadi dosen. Temen lain ada yg kerja di TV dan S2 sekelas ama gua milih banting setir jadi dosen juga karena menurut dia kerja di media tradisional udah gajelas masa depannya.

Gua udah dari 2016 jadi konsultan dan trainer korporat malah burn out gini.

Saat ini gua belum ada momongan. Posisi masih ngontrak rumah karena istri masih adaptasi di kerjaan baru.. sengaja cari yang deket tempat kerja doi. Rencana tahun depan mau cari KPR. Tapi kalau cicilan kecil kecilan macem HP ada sih pake kartu kredit. Syukur gaji gua sama istri cukup buat kebutuhan kita.
submitted by treatyoyoself to indonesia [link] [comments]


2023.08.30 06:35 IceFl4re Ide wacky: Perombakan Sistem Diploma dan Strata dalam Pendidikan Tinggi menjadi Sistem Tingkat (or some sh*t)

Jadi gini:
- Nadiem barusan ngomong anak S1 gak usah bikin skripsi buat lulus. Walaupun Redditor pada happy happy aja, realitanya adalah Program S1 itu gampangnya harus akomodir banyak kepentingan: Yg dasarnya cuman cari kerjaan, ama yg mau masuk dunia intelektualisme (niat belajar / mencerdaskan kehidupan bangsa).
Walaupun ada program D4, realitanya industri masih gak mau ngelihat anak D4 itu setara dengan S1 walaupun seringkali secara objektif industri lebih untung cari org D4 daripada S1 kalo dasarnya niat mereka itu nyari S1 fresh grad (sementara pekerjaannya ketinggian untuk S2 fresh grad).
Alhasil yang terjadi adalah S1 didowngrade jadi setara D4.
Dan juga, skripsi S1 itu realitanya masih ekspektasinya adalah penerapan dan analisa dengan framework yang ada, belum advancing human knowledge atau pendalaman. Mereka masih bentuknya penerapan. Dan diantara skripsi-skripsi yang ada, beberapa bahkan bukan merupakan penerapan dan analisa, mereka masih cuman penerapan, hanya saja bentuknya penelitian dan bukan praktik (yg berarti skripsi mereka itu aslinya tarafnya D4).
Yang Nadiem sebenernya katakan di berita tersebut adalah "Harusnya kalian masuknya D4 tapi D4 tetep gak dianggap setara S1, maka S1 tak ubah jd de facto D4".
-----
Sementara itu, program D3 itu sangat ambigu. D3 itu kelamaan kalo buat dijadikan trade school / sekolah buat pelatihan kembali misal kerjaanmu ditakeover AI, tapi kecepeten dan rigornya terlalu rendah kalo dijadiin pendidikan awal buat suatu profesi yang sifatnya profesional.
-------
Maka dari itu, saya mengusulkan:
Sistem Strata dan Diploma dihapus, digantikan sistem Tingkat. (yang punya nama lebih bagus dari Tingkat silahkan)
Jadi, pendidikan pasca pendidikan wajib dirombak total, Diploma dan Strata dihapus semua. Dijadikan 5 jenjang baru:
Tingkat I, II, III, IV dan V.
Tingkat I = setara D1. 1 semester teori + 1 semester praktik dan laporan. Semester teorinya 24 SKS, satu matkul 3-4 SKS.
Tingkat II = Setara D2. Konsepnya mirip Associate Degree AS. 3 semester + 1 semester pendek teori + 1 semester praktik dan laporan. 1 semester 21 SKS, semester pendeknya 7 SKS (total 70 SKS), satu matkul 3-4 SKS, sisanya praktik dan laporan.
Niatnya Tingkat I dan II itu dibuat sebagai trade school, buat hal yg kelamaan kalo dilatih kayak ngelatih jadi barista atau apalah.

Tingkat III dibuat menjadi D4 dan S1 digabung menjadi satu. Hasil akhirnya adalah mirip program S1 yang technical based (bukan research based) dan orientasinya masih cari kerjaan, bukan pendalaman ilmu dan menjadi scholar.
21 SKS per semester, satu matkul 3-4 SKS, ada 7 semester period of instruction + 1 semester magang dan laporan + tugas akhir dan KKN. Tugas akhirnya dasarnya gagasan Nadiem - boleh milih antara prakarya, boleh tugas akhir D4, boleh capstone project ala AS, dan boleh juga "skripsi abal-abal" (dalam arti skripsi yg de facto setaranya D4, yg semata-mata merupakan penerapan dalam bentuk penelitian, bukan penerapan dan analisa). Jadi fleksibel, prodi bisa milih.
Standar critical thinking dsb nya dibuat setara S1, TAPI mereka technical based jadi praktik nya masih ada dan bisa akomodir kebutuhan industri.
Tingkat III jadi pengganti prodi D3, D4 dan S1, mereka semua di merge kesini. Perusahaan nyari D3, D4 atau S1 fresh grad semua dipaksa jadi nyari org Tingkat III. Rata-rata prodi D3, D4 dan S1 semua diubah jadi prodi ini, atau diubah jadi Tingkat IV sebagaimana dibawah....

Tingkat IV dibuat menjadi dasarnya S1 + S2 double degree, dan mereka bener-bener fokus pendalaman ilmu dan menjadi scholar. 21 SKS per semester, satu matkul 3-4 SKS, ada 11 semester period of instruction + KKN + 1 semester magang + thesis S2, bukan skripsi S1. Thesis nya standar internasional. Normalnya memakan waktu 7 tahun. Jadi bener-bener orientasinya beda dan org yg masuk Tingkat IV udah beda bgt dr Tingkat III, dasarnya pendalaman human knowledge.
Walaupun kebanyakan prodi diubah jadi Tingkat III, prodi pendidikan dokter yg emang niatnya ngecetak dokter, pendidikan keguruan dan pendidikan agamawan (guru agama, pendeta dsb) semuanya Tingkat IV. Emang tujuannya untuk rigor dan biar serius. Jadi ya pendidikan jd dokter ya Tingkat IV sebelum koas.
Adanya Tingkat III dan IV bisa pula dipakai untuk memisahkan "anak cuman cari kerjaan" dengan "orang serius yang hendak menjadi professional-scholar / mencerdaskan kehidupan bangsa". Perusahaan disetir biar dasarnya "Butuh org S2 apa gak? Kalo kerjaan fresh grad itu gak butuh S2 mending cari Tingkat III aja".

Sebagai konsekuensi Tingkat III dibuat technical based dan bukan research based, Tingkat III naik ke IV waktunya lebih lama dari program S1 ke S2 sekarang karena fokusnya udah beda banget - fokusnya adalah pengabdian, pengetahuan komprehensif, pendalaman ilmu, mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka waktu nya dibuat menjadi bukan 2 semester teori + 2 semester tesis, tapi 4 semester (kalo sebidang) / 6 semester (kalo gak sebidang) teori sebelum tesis.

Tingkat V dibuat menjadi dasarnya program Doktor.
Waktu nya 5-8 tahun, dan dibagi jadi dua: Tingkat V ahli dan Tingkat V peneliti. Tingkat V Ahli dasarnya tujuannya pendalaman interdisipliner dan menyeluruh (kalo Tingkat IV pendalaman, Tingkat V ahli pendalaman interdisipliner dan menyeluruh). Disertasinya dasarnya tesis ++, bukan disertasi (cuman tesisnya ++ - interdisipliner, menyeluruh, dan lebih mendalam dari tesis).
Sementara Tingkat V Peneliti dasarnya program PhD AS. Harus menemukan sesuatu yg baru dan research based bgt.
Kenapa dipisah, karena pendidikan di dunia modern itu sangat siloed. Seorang PhD memang memajukan ilmu pengetahuannya, tapi pengetahuan dia SANGAT hyperfocused dan kalo boleh jujur diluar perihal yg dia interested disitu sama aja bloonnya. Sementara itu, sekat-sekat ilmu sendiri itu konstruksi sosial alias dibuat, ilmu sebenernya lebih interconnected dr yg kamu kira. Profesional, cendekiawan umum / public intellectual dsb itu malah ekspektasinya org nya "gak menemukan sesuatu baru gpp tapi harus berwawasan luas dan menguasai sebanyak mungkin cabang dari ilmu yang dia tekuni". Maka dibuat 2 progam Doktor dengan fokus yg beda.
Jenjang pendidikan tertingginya entar adalah Tingkat V ahli DAN Tingkat V peneliti di bidang yang sama. Jadinya produk akhirnya adalah dia peneliti, scientist, scholar yg memajukan ilmu, dan wawasannya dalam ilmu itu sangat luas, dalam dan menyeluruh juga (gak siloed kayak kebanyakan PhD)
------
Benefits:
- Memisahkan org "cuman cari kerjaan" dengan org bener-bener pengabdian di Tingkat III dan IV
- Meningkatkan fleksibilitas S1 / D4 equivalent
- Mempermudah retraining ketika org ditakeover AI (Tingkat I dan II)
- Mempermudah klasifikasi pendidikan tinggi DAN vokasi
- Career path jelas
--------
What do you think?
submitted by IceFl4re to indonesia [link] [comments]


http://activeproperty.pl/