Buat seks

Info Loker

2024.03.01 12:17 WhyHowForWhat Info Loker

Info Loker submitted by WhyHowForWhat to smean [link] [comments]


2024.03.01 05:32 KiloMegaGigaTera Info Loker

Info Loker submitted by KiloMegaGigaTera to indonesia [link] [comments]


2024.02.03 05:28 caladinhasan Perbedaan dalam berteman

Saya punya sahabat yang orangnya cukup konservatif (tapi nggak ekstrim). Saya Nasrani yg nggak religius, dan dia Muslim (married). Selama +10 taun kenal, kami saling ngehargain agama masing-masing. Perbedaan agama itu nggak ngaruh apa2 ke persahabatan kami, jadi bukan di sini masalahnya.
Yang jadi perbedaan kami adalah, cara dia mandang orang LGBTQ+. Saya pribadi biasa aja sama queer people, soalnya punya prinsip 'selama gak rugiin/celakain orang lain, gak papa', yang saya aplikasikan ke semua orang, terlepas dari apa gendeorientasi seksual/agama/dst.
Tapi, sahabat saya kontra sama queer people. Untungnya, dia nggak sampai yg ngeantagonisin berlebihan gitu. Dia ngaku masih mau ngerangkul mereka, tapi sambil ngarahin biar balik straight karena dia percaya nggak ada orang queer yg lahir dengan seperti itu. Dia juga percaya kalo orang queer tercipta karena lifestyle, trauma, lingkungan, dsb.
Saya kira perbedaan PoV kami ttg isu ini nggak bakal terlalu jadi masalah, karena kami nggak pernah ngebahas itu kecuali kalo ada suatu isu, and none of us are queers.
Nah, kapan hari, kami berdua jadi ngobrolin itu karena ada kenalan kami berdua yg recently came out of the closet (sebut aja C). Saya ngomong lagi ke dia, meskipun kaget & nggak nyangka, saya pribadi nggak mempermasalahkan C yang ternyata seorang gay. Tapi sahabat saya keliatan banget resah gitu. Dia ngaku pengen negur C (yg seagama sama dia) kalau gay itu dosa, seks nya nggak sehat, C harus pikirin keluarganya yg pasti kecewa, dsb. Tapi, dia bilang kalau dia mau nahan itu semua, krn nggak mau bikin C ngerasa dibenci.
Dengerin keluhannya itu, saya jadi ikutan resah lol. Kayak saya ngedengerin sesuatu yg ngelawan moral standing saya sendiri. Sejauh ini, cukup saya dengerin dan angguk2in aja pendapatnya. Kalau ada yg terlalu nyelekit, bakal saya argumen dengan hati-hati. And I'm lucky that she's the best listener ever. Nggak ada dari kami yg sampai meledak-ledak.
Tapi, saya juga tau kalau saya nggak bakal bisa 'ngubah' pandangannya itu, karena alasannya dia erat kaitannya sama agama dan nilai-nilainya dia. Saya juga nggak mau nyolot bgt buat nyikapin ini, karena dia adalah sahabat terbaik yg pernah saya temui. I don't want to lose her.
Komodos apakah pernah ngalamin hal yg serupa? Punya saran untuk menyikapi perbedaan ini? Makasih banyak sebelumnya 😊
**TDLR; saya biasa aja sama LGBTQ+, sahabat nggak. Pas ngobrolin ini sama dia, saya ngerasa kayak munafik krn apa yg dia ungkapin selalu berbenturan sama moral standing saya. Mending diemin aja atau should I do something about it? Thank you!
submitted by caladinhasan to indonesia [link] [comments]


2024.01.03 09:13 MsSayAnything Sekolah Ugama masuk tahun baru 2024

ok kh pengurusan sekolah ugama anak kamu? heran ku nada makluman awal dari sekolah mengenai bila kn mula sekolah ani. anak ku yg kn masuk darjah 4, mlm isnin bah baru kena gtau dalam whatsapp yg sekolah akan mula 6jan ani. ku pikir tah sekolah anakku saja yg masalah, sian ku dgr d sek ugama lain. Smpai bah sudah indung atu menghntr anak ke sekolah, sekali kena sambut oleh ckg nya d parking kena gtau suruh balik. iatah jgn heran mun opis kosong 2 hari ani. Anakku yg masuk darjah 6 ani pun nada makluman awal bah bila kn start sekolah. Senarai buku pun apa alum bah kena bagi. Andang plang tiap tahun cmani jua kejadiannya. Tapi cuba tah tahun 2024 ani, sudah HM malar kn btitah pasal wawasan 2035, bisai2 tah pentadbiran sekolah ugama. buat tah persiapan awal. Kalau sekolah bukan ugama boleh buat persediaan masa hujung tahun, sekolah ugama pun semestinya boleh bah jua. #mora #tidur #lagging
submitted by MsSayAnything to Brunei [link] [comments]


2023.09.01 03:09 ShigeruAoyama A Comprehensive Guide to Compatibilities in Romantic Relationship

Catatan:
Tl;dr
  1. Worldview (Values), Sociocultural, & Religious Compatibility. Kalian religius kagak? Seberapa sering ke gereja atau masjid? Fundies or libs? Kl 1 religius 1 gak, gimana kesepakatannya? Gmn dg keluarga? Menurut kalian, gerakan 212, FPI, HTI, itu gmn? Pandangan kalau semisal pindah agama atau nikah beda agama? How about LGBTQ? Terus seberapa rasis kamu? Kl semisal punya tetangga chindo atau orang Papua gimana?
  2. SES, Lifestyle, & Financial Compatibility. Background keluarga gmn? Menengah, ke bawah, atau ke atas? Circle gmn? Dulu S1 jurusan apa dan kampus mana? Kerjaan sekarang jadi apa, di mana, & udah berapa lama? Sandwich gen bukan? Peran di finansial keluarga sbg apa? Gimana cara ngelola income & expenses? Lo tipe frugal or spender? Financial goal lo apa? Udah Investasi di mana aja? Apakah posisi saat ini ada hutang, cicilan, atau tunggakan paylater? Kl gak, apakah di masa depan ada rencana ngambil?
  3. Gender Role, Relationship, & Sexual Compatibility. How do you see you physical attractiveness of each other? Apakah kalian sexually active, terutama seks pranikah? Kl 1 sexually active 1 gak, gimana kesepakatannya? Pendapat soal kontrasepsi? PMO? Poligami ? Apa batasan selingkuh buat lo? Kontribusi apa sebagai cewek atau cowok yang bisa lo kasih? Kerjaan rumah tangga apa yang bisa lo pegang? Mau punya anak atau childfree? Kalau punya anak gimana parentingnya? Pendapat kalau cewek punya penghasilan lebih? Siapa yang jadi breadwinner? Mau SINK, DINK, SIwK(s), or DIwK(s)?
  4. Traits/Habits, Health, & Interest Compatibility. Ada traits or habits yang sering di point out sama orang-orang (baik yang positif maupun negatif)? Lo punya kebiasaan minum gak? Rokok? Party? Nge fly? Judol? Pinjol? Sering olahraga gak, kl iya olahraga apa? Ada penyakit atau kelainan khusus yang diketahui? Atau pantangan/ alergi / diet spesifik? Punya minat dan hobi di bidang apa? Ada hobi dan minat yang sama yang bisa dilakuin bareng nggak?
Background: belakangan saya sering melihat post berisikan pasangan yang "tidak harmonis", yang mana setelah menikah, mereka terlihat tidak harmonis. Then I look into some stats, dan saya menemukan bahwa penyebab utama perceraian di Indonesia adalah pertengkaran terus menerus yang tidak ada kemungkinan rujuk, yang saya pikir itu absurd, karena pertengkaran pasti tidak akan terjadi kalau semisal tidak ada trigger-nya. Which is nggak terlalu useful. So, saya mencoba dive in ke sumber lain, so I find something like this:
  1. Cerai Gugat: Telaah Penyebab Perceraian Pada Keluarga di Indonesia : yang membagi menjadi Masalah Ekonomi, Komunikasi Buruk, Perselingkuhan, dan Sosial Budaya
  2. ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN BANYUMAS, (JIKK IPB) yang membagi menjadi sejumlah variable yakni ekonomi, Suami tidak bekerja, pergi, tidak peduli dan tidak tanggung jawab, KDRT, perselingkuhan, kesulitan menangani perbedaan, istri tidak perhatian, istri pemarah, dan perkawinan tidak memenuhi harapan.
  3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERCERAIAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI KOTA BUKITTINGGI (Psikologia Umsida), yang membagi menjadi sejumlah variable yakni Perselingkuhan, KDRT, Perselisihan dan pertengkaran terus menerus, faktor ekonomi)

So with those in mind, here are what I could come up with.
A. Worldview (Values), Sociocultural, & Religious Compatibility
Worldview adalah cara pandang kita terhadap dunia, dan sering sekali memberikan identitas kepada kita. Hal ini termasuk adat-istiadat dari suatu suku atau etnis, political leaning dan juga nilai-nilai keagamaan seseorang. Terlebih di Indonesia, di mana segala-galanya sering kali dikaitkan dengan agama, maka kompatibilitas di tiga hal ini menjadi cukup relevan. Pandangan atas worldview juga seringkali berdampak pada kompatibilitas lain. Sebagai contoh, jika kalian lebih condong ke arah liberal daripada konservatif, kalian mungkin akan cenderung mendukung feminisme dalam peran gender ketimbang patriarki. Jika kalian adalah Kristen yang taat, kalian mungkin akan setuju untuk mempraktikkan abstinence, dan sebaliknya kalau kalian nggak religius-religius amat, mungkin kalian akan setuju dengan premarital sex intercourse. Atau bisa juga kalian memiliki pandangan eksklusivisme, jadi kalau Chinese ya harus menikah dengan Chinese, kalau misal Islam menikah dengan Islam, dlsb, sementara ada juga orang lain yang kalau Chinese nggak harus nikah dengan Chinese, kalau Islam nggak harus nikah dengan islam, dlsb. Meski yah kita nggak bisa menyangkal kalau semisalnya latar belakang kultural pasangan jauh berbeda, maka mungkin akan muncul kesalahpahaman dan potensi konflik dibandingkan dengan latar belakang sosiokultural yang sama.
Kompatibilitas worldview, sosiokultural, dan agama paling optimal adalah 1) memiliki kewarganegaraan, ras, suku/etnis, dan agama; dan 2) memiliki sikap political dan ideological yang sama terhadap aspek-aspek ipoleksosbud-SARA (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, suku, agama, ras, antargolongan) dlsb. Sebagai contoh, sama-sama WNI, Jawa, Islam, terus sama-sama nggak terlalu njawani maupun Islam-nya sama-sama KTP.

B. SES (Social Economy Status), Lifestyle, & Financial Compatibility
Kompatibilitas Status Ekonomi Sosial, gaya hidup, dan cara pandang terhadap keuangan menjadi sesuatu yang juga penting, karena banyak banget yang merujuk kompatibilitas ekonomi ini sebagai issue. Kompatibilitas SES ini biasanya berkaitan dengan background keluarga dan personal, misal latar belakang pendidikan (baik orang tua maupun diri sendiri), pekerjaan , posisi di masyarakat, dlsb, termasuk juga apakah ada yang pernah terlibat masalah hukum. Lifestyle lebih bersikap ubringing dan circle pergaulan, e.g. where and how you spend your money, atau apakah kamu lebih frugal, minimalis, atau lebih ke suka spending. Adapun kompatibilitas finansial ya lebih ke perspektif atas pengelolaan keuangan pribadi, seperti balancing antara investasi, pengeluaran, dan pemasukan, jumlah tanggungan, asuransi, sumbangan yang bersifat keagamaan, dlsb.
Kompatibilitas SES dan keuangan ini bisa merupakan fakta/realitas maupun sikap. Contoh fakta/realitas adalah memang gap SES keluarga yang jauh (misal satu anak dari keluarga CEO, sedangkan satu lagi adalah anak dari keluarga buruh tani), atau dari sisi kestabilan antara pemasukan dan pengeluaran. Sedangkan sikap adalah sesuatu yang lebih mudah untuk dibentuk/diubah, misalnya adalah pandangan atas kesetaraan penghasilan, di mana laki-laki harus memiliki kekayaan dan penghasilan lebih tinggi daripada perempuan, tapi alih-alih generating another source of income, mereka justru melarang perempuan bekerja (ini ada kaitannya dengan kompatibilitas peran gender).
Kompatibilitas SES, lifestyle, dan finance yang paling optimal adalah apabila kedua pasangan: 1) berasal dari keluarga dengan SES & lifestyle yang tidak jauh berbeda; 2) memiliki latar belakang pendidikan yang tidak jauh berbeda; 3) memiliki pekerjaan dan penghasilan yang lebih kurang setara; 4) memiliki personal lifestyle dan juga circle yang tidak terlalu berbeda jauh; 5) memiliki sikap, kondisi, kebiasaan, dan goal keuangan yang mirip (ini biasanya berkaitan dengan lifesyle juga); serta 6) crisis management dalam hal finansial.

C. Gender Role, Relationship, & Sexual Compatibility
Kompatibilitas peran gender, pola hubungan, dan seksualitas menjadi penting karena hal ini biasanya berkaitan dengan kesepakatan atas bagaimana kedua pasangan berinteraksi. Secara umum beberapa orang lebih menyukai peran gender yang dominan tradisional sedangkan beberapa lagi lebih menyukai dominan progresif, meski kebanyakan akan fall inbetween. Banyak sekali perselisihan yang muncul karena adanya ketidaksesuaian dari ekspektasi peran gender; misal dari yang paling sering beredar adalah ekspektasi atas cowok bayarin saat first date, atau cewek nggak boleh kerja/fokus ngurus rumah tangga dan anak saat sudah menikah.
Gender role sendiri berkaitan dengan domestic work & parenting, misal siapa yang dominan menjadi breadwinner (ini ada kaitannya dengan kompatibilitas finansial), bagaimana pembagian peran dalam mengurusi household chores (yang masak, nyapu, nyuci baju, dsb), atau apakah ada yang mau di-outsource (misal hire ART atau nanny). Begitu juga pola hubungan dan seksualitas, kalau LDR gimana, sikap atas hubungan seksual pranikah, sikap terhadap alat kontrasepsi, mau punya anak atau nggak, which body parts yang oke untuk diperlihatkan atau disentuh, sikap atas PMO (Porn, Masturbation, Orgasm) dlsb. Seksualitas ini juga termasuk physical attractiveness, semisal dari segi wajah dan badan, aspek fisik apa yang membuat kalian turn on, dsb.
Kompatibilitas peran gender, pola hubungan, dan seksualitas erat kaitannya dengan relasi kuasa, kalau kita lihat tuh banyak yang cerai karena ketimpangan relasi kuasa, misal KDRT, poligami, nikah siri, perselingkuhan, di mana ujung-ujungnya yang disalahkan atau menjadi korban adalah perempuan. Begitu pula adanya ekspektasi berbasis gender seperti disebutkan di atas, yang kadang jadi sumber perselisihan.
Kompatibilitas Gender Role, Relationship, & Sexual yang paling optimal adalah saat kedua pasangan; 1) memiliki kesepakatan yang jelas atas kontribusi maupun manajemen finansial rumah tangga, peran domestik, dan pola /peran parenting; 2) memiliki kesepakatan dan/atau ekspektasi yang jelas atas fidelity (eg poligami, batas perselingkuhan) dan bagaimana mengekspresikan hubungan romantis, baik interaksi yang dilakukan secara personal maupun di masyarakat; 3) memiliki pandangan yang selaras mengenai seksualitas, seperti pola, frekuensi, dan pendekatannya; serta 4) memiliki crisis management dalam hal peran gender, hubungan, dan seksualitas.

D. Traits/Habits, Health, & Interest Compatibility
Kompatibilitas sifat, kebiasaan, kesehatan, dan minat ini biasanya berkaitan dengan yang lain-lainnya. Misal, personality traits dan habits itu pasti ada kaitannya dengan upbringing, SES, hubungan dengan orang tua, values/prioritas hidup yang kamu anggap penting, pandangan atas gender, dlsb. Nah, Kebiasaan ini ada yang bersifat baik dan buruk--di mana standar baik dan buruk ini sangat tergantung perspektif masing-masing (meski apabila dilakukan berlebihan juga tidak baik). Ada yang menganggap bahwa bersikap vokal / asertif merupakan sesuatu yang baik (biasanya distereotipkan dengan orang batak), sementara ada juga yang menganggap bersikap vokal itu buruk, dan kalau lebih baik mengalah daripada cari ribut (biasanya distereotipkan dengan orang Jawa). Tapi ada beberapa kebiasaan buruk yang kayaknya memang universally agreed menjadi sumber perceraian, yakn kebiasaan mabuk, judi, zina (ini konteksnya bisa perselingkuhan bisa prostitute), madat, ataupun apabila pasangan melakukan tindakan kriminal tertentu yang membuatnya masuk penjara. Begitu pula sikap kebiasaan yang membuat pasangan resort to violence atau abandonment, atau dari sisi finansial misalnya pasangan sering pinjol, judol, impulse buying, hoarding, dlsb ini biasanya juga jadi traits/habits yang red flag.
Begitu pula kesehatan, bahkan sangat disarankan untuk medical check up pranikah sebelum ke jenjang pernikahan, karena beberapa hereditary disease itu bisa lebih besar kemungkinan diturunkan apabila kedua pasangan memiliki gen carrier yang sama (misal dalam kasus penyakit thalassemia). Di samping penyakit bawaan, kesehatan juga termasuk kebiasaan hidup sehat (termasuk merokok atau konsumsi alkohol), pola olahraga dan pola makan, serta sikap terhadap pasangan atau anak apabila ternyata mengalami penyakit, kecelakaan/cacat, atau birth defect In fact, salah satu sumber perceraian tertinggi itu adalah apabila mengalami cacat badan, karena ini menempatkan pasangan dalam posisi caregiver, di mana nggak semua orang mampu atau siap.
Terakhir, interest itu merupakan sesuatu yang minor terutama kalau sudah menikah, tapi nggak jarang kalau terlalu berbeda, bisa jadi dealbreaker buat sebagian. Misalnya kalau nggak salah dulu ada yang sempat bikin post di sini soal pasangannya yang nggak begitu ngerti bahasa Inggris dan kurang tertarik dengan wold news / film berbahasa Inggris, yang ngebikin dia jadi kurang tertarik dengan pasangan itu (ini juga ada kaitannya dengan SES Compatibility, terutama dari segi pendidikan). Memiliki minat yang kompatibel juga berarti bahwa terdapat lebih banyak hal yang sama untuk dibicarakan, direncanakan, dan juga dihindari. Meski demikian, penting juga untuk mau berkompromi dan lebih baik lagi kalau mencari tahu lebih lanjut atas minat pasangan, sehingga dapat meningkatkan kompatibilitas.
Kompatibilitas Traits/Habits, Health, & Interest yang paling optimal adalah saat kedua pasangan: 1) memiliki ekspektasi yang jelas atas sifat dan perilaku (kebiasaan) apa yang acceptable / tolerable dan mana yang tidak; 2) memiliki pemahaman atas kesehatan dan pengelolaan kesehatan diri, 3) punya minat yang selaras, atau mau belajaberkompromi atas minat satu sama lain, dan 4) punya crisis management terutama yang berkaitan dengan kesehatan atau traits/habits tertentu
submitted by ShigeruAoyama to indonesia [link] [comments]


2023.08.07 05:08 AnjingTerang Judi: apakah sebaiknya dilegalkan atau tidak?

Pertanyaan bahwa judi sebaiknya dilegalkan berangkat dari pembahasan masyarakat akhir-akhir ini mengenai judi online.
Judi dalam berbagai bentuknya (termasuk gacha) memang memberikan dopamin tersendiri bagi pemainnya. Perasaan beruntung sebagaimana pun itu dibuat-buat akan membuat orang ketagihan dan masuk ke sunk-cost fallacy.
Dalam hal ini judi sebagai permainan keberuntungan umumnya hanya menguntungkan penyedia permainan karena lebih banyak yang kalah daripada yang menang. Oleh sebab itu, permainan judi cenderung menguntungkan kelompok elit kapitalis saja dibandingkan masyarakat umum.
Kenyataan seperti itu bertentangan dengan nilai-nilai dari beberapa agama di Indonesia dan bertentangan dengan sila kelima yang mengedepankan keadilan sosial. Permainan judi yang memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin berlawanan dengan keadilan sosial ini.
Dengan demikian, pelarangan permainan judi di Indonesia tidak mengherankan. Bahkan pelarangan judi daring juga telah diterbitkan. Oleh karena itu secara hukum, judi tidak diperbolehkan di Indonesia.
Beberapa pihak, termasuk komodos, melihat ini sebagai isu bahwa pelarangan tersebut hanya mendorong masyarakat Indonesia ke perjudian bawah tanah, pasar gelap, atau ilegal. Dimana diargumentasikan bahwa peraturan pelarangan tersebut tidak efektif dan hanya membuat masalah judi semakin sulit diatur oleh Pemerintah Indonesia mengakibatkan korban kegagalan judi lebih banyak.
Di sini saya berpendapat sebaliknya, argumen legalisasi untuk judi tidak sama dengan legalisasi untuk Pekerja Seks Komersial (PSK) maupun marijuana. Legalisasi untuk PSK dapat meningkatkan keamanan bagi para pekerjanya sehingga transaksi yang adil dapat terjadi dengan aman. Sementara itu legalisasi untuk marijuana terdapat alasan ilmiah medis bahwa marijuana dapat digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit tertentu. Di sisi lain, legalisasi perjudian tidak memberikan dampak positif karena pemain akan selalu dirugikan, transaksi yang terjadi tidak pernah adil.
Saya pribadi tidak menutup mata, keadilan mungkin bisa tercipta dengan beberapa aturan tambahan seperti pembatasan transaksi perjudian dalam kurun waktu tertentu (misal maksimal 100 ribu per 1 hari), atau memberikan kepastian hadiah setelah jumlah aktivitas tertentu (dapat 50 ribu per 10 kali narik slot dengan asumsi setiap kali narik slot 50 ribu, jadi kembali 10% dari 500 ribu).
Akan tetapi tetap tidak seimbang dan cenderung menguntungkan penyedia permainan judi itu sendiri. Legalisasi juga tidak menjamin pemain tidak jatuh miskin, tidak ada jaring pengaman untuk itu. Sama hal-nya yang telah terjadi untuk pinjaman online (pinjol). Iming-iming "telah diawasi oleh OJK" bukan berarti uang yang diberikan sebagai utang tidak akan ditagih. Utang akan tetap ditagih dengan cara dan teknik yang legal atau setidaknya abu-abu (semi-legal).
Pemahaman ini yang saya pribadi khawatirkan ketika orang-orang yang kurang kritis melihat iklan-iklan pinjol yang semakin marak. Bahkan salah satu pinjol secara implisit menyatakan "orang lain sengsara karena pinjem di pinjol ilegal, mending pinjem di pinjol saya yang diawasi OJK" padahal ya selama berutang ya akan tetap ditagih meskipun pinjol legal sekalipun.
Jadi, bagaimana menurut Komodos, apakah judi harus dibuat legal? atau tetap illegal? apa yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia kalaupun dibuat legal atau tetap ilegal?
submitted by AnjingTerang to indonesia [link] [comments]


2023.05.17 03:24 1412Elite Menurutmu apakah yang kayak gini opini segelintir oknum saja, atau pandangan yang umum di masyarakat Indonesia

Menurutmu apakah yang kayak gini opini segelintir oknum saja, atau pandangan yang umum di masyarakat Indonesia
Mungkin gw aja yang out of touch, tapi gw pikir sebagian besar orang Indonesia tau bahwa ada bedanya pingin pacaran dan pingin melakukan hubungan seks. Like, orang Pacaran belum tentu otomatis keduanya ingin melakukan hubungan seks. I don't think we live in a overly sexist society, at least relative to most cultures in the world, so I don't think this is born out of culture or long-held believes. Religious conservatism, I can buy that, but I don't think it's culture.
Tapi, mungkin gw yang salah. Menurut anda apakah ini cuman pandangan yang fringe? Maksudnya pandangan umum hanya di kalangan masyarakat urban kelas menengah ke atas (atau malah kalangan urban yang muda) saja? Apakah mayoritas masyarakat Indonesia punya pandangan pandangan seperti polisi satu ini? Kalau iya, apakah penyebabnya budaya? atau cuman karena Ignorance?
Atau apakah polisi kita aja yang males menyelidiki kasus pemerkosaan, jadi buat alasan absurd kayak gini?
https://preview.redd.it/3shql32rka0b1.png?width=897&format=png&auto=webp&s=114f848dbf2392f00a6dfb0c42c480ebbe78ba7c
submitted by 1412Elite to indonesia [link] [comments]


http://activeproperty.pl/