Kumpulan pidato bahasa sunda

Bahasa Inggrisnya Nalangin?

2024.04.24 22:29 Sea-Chance-9249 Bahasa Inggrisnya Nalangin?

Serius nanya bahasa inggrisnya nalangin apa ya? Tapi tapi sblm itu just want to make sure is “nalangin” even bahasa indonesia apa bahasa sunda ya?😂 duh maaf bgt ni kadang suka gakbisa bedain mana bahasa indonesia mana bahasa sunda (contoh: serutan vs rautan, serodotan vs perosotan - all these times i thought serutan dan serodotan tu bhs indo pdhl sunda). Tapi in case nalangin tuh bahasa sunda, definisi nalangin:
“Biar aku bayarin dulu, kamu gantiin nanti aja” <- “biar aku talangin dulu deh”
TAPI INI BUKAN NGUTANG Y GAES.
Kaya temporarily bayarin dulu gitu ngerti gaksih kalo misal buru2.
Yauda gitu aja kalo ada yg tau simplified word of “nalangin” in English plis kasi tau. Hatur nuhun suhu🙏🏻
*btw makasi guys jawaban2nya tp ini sbnrnya untuk professional context jd kaya mau bikin wording utk sistem nalangin di suatu organisasi, kalo ada yg tau kata singkatnya ato ngasi inspirasi nama sistem nalangin kabar2i yaa (mau dibikin kyk rekber gt wkwk kaskus bgt yak)
submitted by Sea-Chance-9249 to indonesia [link] [comments]


2024.04.23 10:50 My_Name-is-007 Malaysia is bolehland.

Malaysia is bolehland.
Sekarang kita tengok siapa yang racist.... Okayy...goo!!!
submitted by My_Name-is-007 to Bolehland [link] [comments]


2024.04.09 03:44 MelodicConfusion500 JENIS SISIK DAN MITOS KATURANGGANNYA

pukulannya lawan tarung akan merasakan sakit luar dalam Memiliki Mental yang cukup bagus dan banyak dicari oleh para bobotoh Memiliki pergerakan dan keseimbangan kaki yang cukup Lihai
  1. ROTAN (Bulat) Sisik kaki rotan adalah salah satu yang paling banyak dikenal dan sering kita jumpai akan tetapi sisik kaki rotan super yang dipercaya memiliki pukulan menyakitkan bahkan dibilang mematikan. Ayam aduan sisik rotan punya ciri khas kaki berbentuk bulat ramping debgan barisan sisik yang begitu rapih/kerep maka dari itu para penghobi lama lebih menyukai ayam aduan dengan model kaki berbentuk bulat. Memiliki kekuatan pukulan yang begitu keras disertai taji super Memiliki kemampuan pukulan yang dapat Mematahkan tulang leher sehingga lawan tarung tak sanggup menahan rasa sakit Memiliki Mental bagus dan kuat Memiliki Keseimbangan dan pergerakan yang cukup ideal
  2. NAGA BANDA Sisik kaki Naga Banda merupakan jenis kaki ayam bangkok yang paling populer dan dikenal berbahaya tentunya' penghobi sering menyebutkan bahwa ini adalah contoh bentuk kaki ayam bangkokan asli (Original) sejak dulunya. ciri khas Naga banda memiliki sisik yang serupa dengan kulit buah salak melihat dari bentuk kaki dan karakter sisik naga banda memiliki aura yang dapat menakuti lawan. Memiliki Pukulan pedas, panas dan keras sehingga jarang sekali lawan tarung yang tahan jika terkena pukulannya. Memiliki Pukulan Depan yang mampu membuat lawan tersungkur dalam beberapa menit. Memiliki Mental luar Biasa seperti baja. Memiliki Pergerakan kaki yang begitu cepat.
  3. PUTRI KINIRUNG (Selap) Sisik kaki putri kinirung merupakan salah satu katuranggan yang masuk dalam naskah kuno seperti diprimbon jawa misalnya banyak kalangan penghobi mempercayai hal ini. jenis sisik ini diyakini memiliki pukulan yang dapat membuat lawan tarung sempoyongan bahkan lemas. khas putri kinirung sendiri memiliki ciri yaitu sebuah sisik janggal menyelip/melik keluar (dalam bahasa sunda sisik selap) Memiliki pukulan Menyakitkan yang terkenal panas Memiliki kemampuan pukulan yang membuat lawan kebingungan sehingga menjadi lemas bahkan lumpuh Memiliki mental yang bagus dan kuat Memiliki kecepatan dalam pergerakan
  4. SURO WETU Sisik kaki suro wetu merupakan salah satu ayam aduan paling berbahaya dan mematikan Katuranggan yang tersimpan dipercaya memiliki banyak kelebihan dan keampuhan jenis ini masuk kedalam daftar nama - nama ayam suro yang kita ketahui. Selain banyak dicari sisik suro wetu punya nilai harga yang cukup tinggi. Ciri khas Suro wetu yaitu memiliki benjolan pada bagian belakang kaki tepat dibawah taji. Memiliki pukulan yang begitu keras hingga kedalam tulang Memiliki kehebatan yang membuat lawan tumbang dalam beberapa menit. Memiliki Kelebihan dari cara dia melangkan, kuda kuda, dan juga pergerakan Memiliki mental yang cukup dan sulit dikalahkan
11.BATU RANTAI (Buaya) Sisik Kaki Batu Rantai atau dikenal dengan sebutan sisik buaya ini sangat populer dikalangan masyarakat pecinta sabung ayam. Menurut informasi salah satu jenis ini disebutkan keturunan se'ekor buaya maka dari itu setiap penghobi meyakini katuranggan tersimpan didalam sisik ini sangat kuat. Banyak mitos yang mengatakan bahwa sisik batu rantai mudah kelelahan dan tidak boleh bertarung berdekatan dengan pohon bambu. Ciri khas batu rantai sendiri memiliki beberapa sisik pada bagian - bagian bawah jari. Memiliki pukulan yang dikenal pedas dan panas sehingga lawan merasakan nyeri pada bagian urat - urat seperti otot Memiliki Kehebatan pukulan yang mampu membuat tenaga lawan hilang Memiliki mental cukup bagus dan tenaga mudah kembali setelah terkena air Memiliki keseimbangan dan pergerakan kaki yang cukup gesit
  1. BATU LAPAK Sisik batu lapak merupakan salah satu yang paling sulit ditemukan bahkan jarang dimiliki oleh jenis ayam mana pun hanya orang - orang tertentu saja yang beruntung memilikinya. Berbicara katuranggan batu lapak dipercaya memiliki kekuatan pukulan yang dapat mengalahkan lawan dalam sekejap khas batu lapak sendiri punya ciri yaitu terdapat sisik tepat pada bagian telapak kaki. Memiliki pukulan yang dikenal mematikan cukup keras sehingga lawan tarung merasa linu pada bagian - bagian tulang. Memiliki Kehebatan pukulan yang mampu melumpuhkkan lawan dalam sekejap. Memiliki Mental jiwa petarung perkasa. Memiliki pergerakan dan kuda kuda cukup baik.
  2. SATRIYA SINEKTI Sisik kaki satria sinekti adalah salah satu model jenis terlangka sangat sulit ditemukan jenis ini sejak pada jaman dahulu dikenal dengan digdaya yang mempunyai kelebihan sebagai ayam aduan terhebat dan sulit dikalahkan. Menurut primbon yang dituliskan bahwa ayam aduan dengan bentuk kaki seperti ini memiliki katuranggan pada urutan ke 10 dan dijelaskan bahwa satriya sinekti adalah yang tanpa sisik melik dalam artian sisik yang hampir tak terlihat seakan menyatu dengan tulang kaki Memiliki pukulan begitu keras dan mematikan mampu membunuh lawan dengan sangat cepat Memiliki kekuatan pukulan sakti yang bisa membuat lawannya cacat mental Memiliki mental petarung pantang mundur Memiliki pergerakan cepat dalam menyerang
  3. NAGA TEMURUN Sisik kaki Naga temurun merupakan jenis sisik kaki terhebat dan banyak dibicarakan oleh setiap master ayam soal kemampuannya menghabisi lawan. Istilah naga temurun yaitu sisik yang mirip dengan sisik ular naga para penghobi pun mempercayai katuranggan jenis ini punya banyak keistimewaan dari cara teknik bertarung juga pukulan maka dari itu naga temurun dinobatkan salah satu jenis sisik paling berbahaya oleh para lawannya. Ciri khas naga temurun tersebut bisa dibedakan yaitu dilihat dari bentuk barisan sisik belakang yang menurun kesuluruhan memang banyak kalangan penghobi yang keliru tentang hal ini, kami akan menjelaskan secara detail sebetulnya dari kata menurun pada bagian bentuk lengkungan atas berada diposisi bawah tidak berada diatas kalau kita simpulkan secara langsung bentuk sisik berubah menjadi berbalik menghadap ke atas lihat berikut gambar ini.
Tampilan Posisi lengkungan berada dibawah/turun boleh dikatakan sisik kaki ayam aduan naga temurun sesungguhnya !! Memiliki kualitas pukulan super keras/jero Mampu mengalahkan lawan dalam hitungan menit Memiliki kekuatan pukulan bertenaga kuat sampai bagian dalam sehingga lawan merasa kesakitan dan linu pada setiap tulang Memiliki Mental petarung hebat dan kuat Memiliki Keseimbangan dan pergerakan kaki disaat melontarkan pukulan atau pun kuda kuda
  1. TUNGGAK WINARAYAN Sisik Tunggak Winaraya dikenal salah satu sisik mematikan dan banyak dicari para jagoHolic. Dari setiap ciri pecahan pada bagian kedua jari kanan dan kiri (kelingking) dipercaya memiliki katuranggan dari hasil turun temurun. Sisik tunggak winaran sering dikatakan jenis special penghancur lawan bertarung oleh karena itu memiliki ayam aduan dengan khas sisik seperti ini menjadi kebanggaan tersendiri. Memiliki pukulan cukup besar dan mematikan, efek terkena pukulan sisik ini lawan mudah down bahkan stres Memiliki kemampuan pukulan yang dapat membuat bagian tulangan dalam menjadi rusak Memiliki Mental bagus seperti baja Memiliki kecepatan pergerakan dalam menyerang
  2. KAKI BLINGBING SOKA Sisik kaki belingbing soka merupakan salah satu kaki ayam aduan khas ayam bangkok Asli thailan diera ke'emasannya jenis ini dikenal sadis mampu membuat ayam lain cacat seperti kehilangan mental keberanian tentu para pemain lama mengetahui hal tersebut. Ciri sisik blingbing sendiri memiliki khas yaitu bentuk dua barisan sisik yang tersesun rapih dan bagian tengah sedikit menekuk kedalam. Maraknya fovulasi persilangan yang dilakukan setiap penghobi menjadikan sisik jenis ini se'akan menghilang dan jarang terlihat khususnya diwilayah indonesia. Memiliki Pukulan sangat keras dan pedas, satu kali lontaran pukulan yang diluncurkan mampu membuat gangguan pengelihatan pada mata lawan Memiliki kehebatan pukulan tepat pada bagian batangan Memiliki jiwa mental tempur yang bagus Memiliki daya cengkraman dan gerakan baik
  3. NAGA EMAS Sisik kaki Naga Emas salah satu paling berbahaya bahkan dikenal dengan keganasan yang dimiliki dari karakter pukulan atau pun teknik bertarung. Katuranggan naga emas sangat dipercaya akan keampuhan yang tersimpan dari kekuatannya. dilihat dari bentuk fostur dan warna sisik ini punya kemiripan dengan jenis pancuran Emas hanya saja Sisik naga Emas Memiliki tampilan berbeda yaitu bentuk sisik yang tajam dan warna kaki kuning polos. Kini sisik naga emas Terbilang sulit dicari bahkan ditemukan. Memiliki bobot tenaga pukulan tidak terlalu keras namun menyakitkan seperti ditusuk jarum yang mengakibatkan lawan tarung mudur dalam pertempuran Memiliki kehebatan super taji yang dapat merusak bahkan melumpukan Memiliki Mental jiwa seorang petarung sejati Memiliki kecapatan, keseimbang dan pergerakan terbilang agresif/lincah
  4. KADAL METENG Sisik kaki kadal meteng merupakan salah satu sisik ayam aduan yang ditakuti oleh para lawannya dan Katuranggan yang dimiliki masih dipercaya sampai saat ini. Ciri khas jenis ini punya model sisik tajam pada setiap jari kaki. Kadal meteng sering disebutkan salah satu sisik beracun ( dalam bahasa sunda sisik Peurah) biasanya jika terkena pukulan sisik ini akan meninggalkan bekas seperti biru memar. Kadal meteng sebetulnya suatu ciri bentuk sisik yang hanya dimiliki ayam betina/babon maka dari itu jarang sekali terlihat pada ayam jantan berbanggalah anda jika memiliki ayam aduan dengan tampilan sisik seperti berikut ini. Memiliki pukulan pedas dan menyakitkan meski kecil mampu memutuskan saraf Memiliki pukulan tenaga dalam yang banyak disebut pukulan beracun/peurah Memiliki Mental yang terbilang sedikit lambat Memiliki Keseimbangan bagus dan pergerakan lebih lincah
  5. KING SAPU JAGAT Sisik kaki sapu jagat salah satu jenis paling terlangka sulit ditemukan pertama kali ditemukan yaitu dinegara thailan dan Myanmmar hanya orang - orang tertentu saja pernah memilikinya. Berbicara tentang Katuranggan sisik ini sering dikatakan punya banyak keistimewaan seperti aura wibawa dan kesan melihat dari bentuk tampilan king sapu jagat punya pamor sisik menakutkan bahkan para penghobi lama menyebutnya salah satu mesin pembunuh dalam artian mampu mengalahkan lawan hanya dengan 3/4 kali pukulan. ciri khas king sapu jagat sendiri punya ciri sisik aneh dan unik yang menyerupai tulang kalau diperhatikan hampir mirip dengan bentuk taji/jalu Memiliki pukulan sangat keras disertai taji/jalu yang mampu membuat lawannya ambruk dengan hanya berapa pukulan saja Memiliki kehebatan pukulan special depan dan badan sangat ahli dibidang brangkot Memiliki mental cukup ganas saat bertarung Memiliki pergerakan kaki sedikit lamban
  6. ULAR PANDAN (Pandanus Snake) Siapa yang tak mengenal salah satu sisik paling dicari dan populer dengan famor khas sisik kaki berwarna hijau ini menjadi jenis yang terhebat dan berbahaya didunia sabung ayam. Menurut cerita sisik ular pandan dikenal paling ditakuti para bobotoh papan atas pada masa itu jenis ini memiliki pecahan komplit atau istilah tembus pada setiap jari dan sisik utama. Para hobi mempercayai Katuranggan ayam aduan model sisik ular pandan begitu kuat dan sakti Berikut ciri asli sisik ular pandan. Memiliki pukulan super tandes/jero terasa pada setiap tulang dalam, Sangat cepat dibidang menuntaskan pertarungan Memiliki kelebihan balasan pukulan lebih menyakitkan, efek terkena pukulannya mampu memberikan reaksi cepat yang berpengaruh pada setiap otot - otot sehingga lawan tidak bisa berjalan bahkan memukul Memiliki Mental yang dikenal keganasannya Memiliki keseimbangan dan pergerakan super cepat juga baik
  7. GAMBIR Sisik kaki Gambir memiliki khas warna corak merah kecoklatan pada bagian sisik utama' ayam aduan dengan sisik seperti ini merupakan salah satu yang boleh dikatakan paling berbahaya jika terkena pukulanya mampu membuat lawan terguling bahkan K.O dalam beberapa ronde. Sisik gambir menjadikan terfavorit dihati dan dimata pecinta sabung ayam, menurut mitos sisik yang terdapat corak merah adalah ayam terkuat dan sulit untuk dikalahkan. Memiliki pukulan pedas, panas dan keras mampu merusak pada bagian kelemahan lawan Memiliki kekuatan tenaga pukul 2x lipat lebih menyakitkan, Jika terkena pukulan pada bagian sambungan leher bisa berakibat fatal Memiliki mental super dan pemberani Memiliki pergerakan dan kecepatan kaki cukup seimbang saat melakukan penyerangan atau pun kuda - kuda
Mungkin itu saja 21 Nama Sisik Kaki Ayam Petarung Terhebat Dan Paling Banyak Dicari pilihan dari setiap model dan ciri sisik yang saya tuliskan dalam artikel ini merupakan jenis sisik kaki ayam aduan pilihan yang dikenal akan keganasan dan kehebatan masing - masing saya harap informasi ini sedikit memberikan ilmu tentang nama nama dan kualitas jenis sisik.
submitted by MelodicConfusion500 to AYAMBANGKOK [link] [comments]


2024.04.07 19:21 awang124 tips untuk public speaking

Berikut adalah beberapa tips untuk public speaking yang bisa membantu Anda tampil lebih percaya diri dan efektif di depan publik:
  1. Persiapkan Materi Anda dengan Bai: Ketika Anda memberikan pidato atau presentasi, pastikan Anda mempersiapkan materi Anda dengan baik. Ketahui topik yang akan Anda bicarakan, susunlah poin-poin utama, dan siapkan contoh atau ilustrasi yang mendukung.

  1. Latihan Berulang-ulang: Latihan adalah kunci untuk menjadi lebih percaya diri saat berbicara di depan umum. Latihlah presentasi Anda secara berulang-ulang, baik secara verbal maupun mental. Cobalah berlatih di depan cermin atau dengan merekam diri sendiri untuk menilai ekspresi tubuh dan intonasi suara Anda.

  1. Ketahui Audiens Anda: Usahakan untuk memahami siapa audiens Anda dan apa yang mereka harapkan dari presentasi Anda. Penyesuaian konten dan gaya berbicara Anda dengan audiens dapat membuat Anda lebih terhubung dan efektif dalam menyampaikan pesan.

  1. Gunakan Bahasa Tubuh yang Positif: Bahasa tubuh Anda dapat memengaruhi cara Anda disampaikan dan diterima oleh audiens. Usahakan untuk menggunakan gerakan tubuh yang mendukung dan menunjukkan kepercayaan diri, seperti postur tubuh yang tegak, kontak mata, dan senyum.

  1. Berbicara dengan Jelas dan Tenang: Cobalah untuk berbicara dengan jelas dan tenang. Kendalikan laju bicara Anda, hindari mengumbar kata-kata, dan beri penekanan pada kata-kata kunci. Juga, jangan takut untuk menggunakan jeda yang sesuai untuk memberikan penekanan dan membuat audiens mengikuti.

  1. Gunakan Visual Aids dengan Bijak: Jika Anda menggunakan visual aids seperti slide PowerPoint, pastikan mereka mendukung presentasi Anda tanpa mengalihkan perhatian dari Anda sebagai pembicara. Gunakan gambar, grafik, atau diagram dengan sedikit teks dan pastikan mereka relevan dengan pesan Anda.

  1. Jangan Takut dengan Keterlibatan Audiens: Membuat keterlibatan dengan audiens dapat membuat presentasi Anda lebih menarik dan interaktif. Ajukan pertanyaan, undang tanggapan, atau bahkan lakukan aktivitas pendukung yang melibatkan audiens.

  1. Menerima Umpan Balik: Setelah Anda selesai, minta umpan balik dari audiens atau rekan sejawat. Hal ini dapat membantu Anda memperbaiki presentasi Anda di masa depan dan menumbuhkan keterampilan public speaking Anda.
submitted by awang124 to u/awang124 [link] [comments]


2024.03.21 04:29 budkalon Jika kalian bisa mengubah/menambah/mengurangi fitur dalam bahasa Indonesia, maka fitur apakah itu?

Basically, apakah ada fitur dalam bahasa Indonesia yang ingin komodos ubah atau bahkan hilangkan? Atau apakah ada fitur yang ingin komodos tambahkan? Misal, ingin menambahkan grammatical gender, noun mark, atau sebagainya. Bisa juga soal aksara dll.
BTW, ini masuknya hanya thought experiment, ya
Tidak perlu sangat realistis atau berdampak besar, sih. Pertanyaan ini saya ajukan karena kebetulan saya sedang menggarap basareka (bahasa buatan, conlang) yang berbasiskan bahasa Indonesia (versi baku dan beberapa ragam dialek daerah) berlatarkan tahun 2500+ masehi, dan butuh inspirasi untuk beberapa cabang bahasanya. Sejauh ini udah ada beberapa hal yang saya utak-atik sih:
Contoh kalimat dalam basareka ini:
Aban, vakto dumiliko nalam sadī, dudaheptako bot tagalamko? Akaza malam doro dalam banat, gavagola kalo malagoko do kalo ana nayarko ado bedan mayam. 
Terjemahan: "Tuan, ketika Anda memutuskan untuk menyelam sendiri, siapkah Anda untuk tenggelam? Angkasa malam adalah tempat yang sangat dalam, tidak bijaklah apabila Anda melakukan itu jika hanya untuk mengejar satu bintang temaram."
Cuman, kayaknya bakal lebih imersif aja kalo dapet input dari pengguna bahasa Indonesia lain wkwk. Kalau bisa menduga, kayaknya sistem tenses semacaman yang ada dalam bahasa Inggris bakal muncul, tapi kali aja ada fitur lain yang belum pernah terpikirkan muncul juga.
submitted by budkalon to indonesia [link] [comments]


2024.03.07 08:41 Tirtaodd997 First Time Baby

First Time Baby submitted by Tirtaodd997 to infinitecraft [link] [comments]


2024.03.06 12:42 ebbster TIL about this 1959 Berita Harian story on a debate over a word's meaning in then Malaya vs. Indonesia

I was looking for sources and citations why Wikipedia needs to change Malacca to Melaka then dragged to the etymology of jawi script, rumi script, and then I saw this.
Archive link here. Below is a partial of the whole text re-typed in modern Malay language.
I have to censor it due to the nature of the word discussed.
Masalah bahasa daerah dalam bahasa indonesia
[BY Abdul Majid, Berita Harian, 3 October 1959]
Di Bandjarmasin Kalimantan (Borneo) baru-baru ini telah dilangsungkan perbahasan khusus mengenai perkataan "butuh" atau "butoh" menurut ejaan di Malaya, dengan dihadiri oleh ramai orang cerdik pandai, para pembesar tempatan dan wartawan.
Sesudah berlangsung lebih dari setengah jam perbahasan ini maka dikeluarkan sebuah pernyatan yang isinya menganjurkan supaya di Kalimantan orang jangan mengeluarkan perkataan ini dalam apa jua pembicaraan maupun pidato.
Bahasa Jawa
"Butoh" menurut bahasa Banjar ialah "kemaluan lelaki."
Perkataan "butuh" yang sekarang sudah tidak asing lagi dipakai dalam surat-surat rasmi pemerintah Indonesia, adalah perkataan Jawa yang ertinya "perlu".
Kebutuhan bererti "keperluan" tetapi di Kalimantan dan Sumatera perkataan ini bererti "kemaluan lelaki" sama juga seperti di Malaya.
Alasan yang dikemukan dalam mengeluarkan pernyataan ini ialah perkatan "butuh" yang selalu diucapkan oleh orang yang berasal dari Kalimantan "sangat menganggu perasaan terutamanya bagi pihak kaum wanita".
"Surat khabar "Pedoman" di sini dalam ulasannya mengenai "pernyataan" di Kalimantan terhadap pemakaian perkataan "butuh" ini menceritakan kononnya ada seorang bangsawan di Malaya yang di masa permulaan revolusi Indonnesia[sic], suka mendengar siaran radio Jogja.
Tutup radio
Pada suatu malam ia mendengar penyiar Radio Jogja menggunakan perkataan "butuh" maka dengan tidak tunggu lagi bangsawan mematikan radionya sambil mengucap "Masha' Allah" oleh kerana di dalam bilik ada beberapa puterinya. . .
since I remember talking to some people in /malaysia about how Malay language is flexible and Malay culture was easy to be embedded, I believe I owe this thread to those language fans instead of sharing this to /bahasamelayu straight. (Sorry, I can't remember your name and I'm lazy to dig my history)
I didn't know that Jawa words are being used and introduced as standardised modern Indonesia (pre-and post 1974). So that is a major TIL on my part.
edit: link
submitted by ebbster to malaysia [link] [comments]


2024.02.23 11:45 barudak-well Pupujian Teh Salah Sahiji Karya Sastra Sunda Dina Wangun

Pupujian Teh Salah Sahiji Karya Sastra Sunda Dina Wangun

https://preview.redd.it/kod2c5p5ebkc1.jpg?width=700&format=pjpg&auto=webp&s=6376924c42691b667629360c3814ef09ca6bee67
Pupujian Teh Salah Sahiji Karya Sastra Sunda Dina Wangun...
a. ugeran
b. lancaran
c. drama
d. prosa
Jawaban :
Dilansir dari Ensiklopedia, Pupujian teh salah sahiji karya sastra sunda dina wangunpupujian teh salah sahiji karya sastra sunda dina wangun ugeran.
Penjelasan
Kenapa jawabanya A. ugeran? Hal tersebut sudah tertulis secara jelas pada buku pelajaran, dan juga bisa kamu temukan di internet
Kenapa jawabanya bukan B. lancaran? Nah ini nih masalahnya, setelah saya tadi mencari informasi, ternyata jawaban ini lebih tepat untuk pertanyaan yang lain.
Kenapa nggak C. drama? Kalau kamu mau mendaptkan nilai nol bisa milih jawabannya ini, hehehe.
Terus jawaban yang D. prosa kenapa salah? Karena menurut saya pribadi jawaban ini sudah keluar dari topik yang ditanyakan.
Kesimpulan
Jadi disini sudah bisa kamu simpulkan ya, jawaban yang benar adalah A. ugeran.
Sumber : https://barudakwell.com/pupujian-teh-salah-sahiji-karya-sastra-sunda-dina-wangun/
submitted by barudak-well to barudakwell [link] [comments]


2024.02.23 11:45 barudak-well Pupujian Teh Salah Sahiji Karya Sastra Sunda Dina Wangun

Pupujian Teh Salah Sahiji Karya Sastra Sunda Dina Wangun

https://preview.redd.it/gxjscce2ebkc1.jpg?width=700&format=pjpg&auto=webp&s=16b23dc644628e11250d7044ff01f8e865de1cb3
Pupujian Teh Salah Sahiji Karya Sastra Sunda Dina Wangun...
a. ugeran
b. lancaran
c. drama
d. prosa
Jawaban :
Dilansir dari Ensiklopedia, Pupujian teh salah sahiji karya sastra sunda dina wangunpupujian teh salah sahiji karya sastra sunda dina wangun ugeran.
Penjelasan
Kenapa jawabanya A. ugeran? Hal tersebut sudah tertulis secara jelas pada buku pelajaran, dan juga bisa kamu temukan di internet
Kenapa jawabanya bukan B. lancaran? Nah ini nih masalahnya, setelah saya tadi mencari informasi, ternyata jawaban ini lebih tepat untuk pertanyaan yang lain.
Kenapa nggak C. drama? Kalau kamu mau mendaptkan nilai nol bisa milih jawabannya ini, hehehe.
Terus jawaban yang D. prosa kenapa salah? Karena menurut saya pribadi jawaban ini sudah keluar dari topik yang ditanyakan.
Kesimpulan
Jadi disini sudah bisa kamu simpulkan ya, jawaban yang benar adalah A. ugeran.
Sumber : https://barudakwell.com/pupujian-teh-salah-sahiji-karya-sastra-sunda-dina-wangun/
submitted by barudak-well to u/barudak-well [link] [comments]


2024.02.18 06:55 Surohiu Sa'alit tentang Cisadane.

Sebelum disebut Cisadane, sungai ini aslinya bernama Sadane. "Ci" dalam bahasa Sunda artinya sungai. Sedangkan kata "Sadane" berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti istana kerajaan. Sehingga nama Ci Sadane atau Cisadane berarti sungai yang berasal dari istana kerajaan. Kemungkinan yang dimaksud istana kerajaan adalah Kerajaan Pajajaran dengan Ibukota di Pakuan, Bogor.
Ada pula pendapat lain yang menyebut, "Sadane" berasal dari kata “Sadhana” yang mengandung arti “Jalan Kebijaksanaan”. Seperti kita ketahui, Kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan yang menganut agama Hindu yang sangat menghormati air sungai dari gunung sebagai sarana untuk membersihkan diri menuju jalan kebijaksanaan. Cisadane yang dulu mengalir bersih menjadi sungai suci bagi masyarakat Hindu Kerajaan Pajajaran.
Processing img slfvp7qy9ajc1...
submitted by Surohiu to Pasundan [link] [comments]


2024.02.12 05:52 Wolfgatewest [Question] Ada Yang Tau Judul dan Lirik dari Lagu Daerah Sunda ini?

[Question] Ada Yang Tau Judul dan Lirik dari Lagu Daerah Sunda ini?

https://reddit.com/link/1aorvj6/video/n0lst8tt43ic1/player
Jadi ceritanya saya ada nemu lagu daerah Sunda dari situs Watzatsong (situs buat mencari judul lagu), dari sumbernya sih ada orang luar rekam lagunya dari radio di Pulau Jawa di Tahun 1989, pas saya dengerin lagunya ada denger kata "Panon poe / Panonpoé" yang artinya Matahari dari Bahasa Sunda. Mungkin teman-teman dari Jawa Barat atau yang bisa Bahasa Sunda / Basa Sunda, boleh berbagi judul atau lirik dari lagunya ini

Deskripsi dari Sumber asal lagunya (Sumber : https://www.watzatsong.com/en/name-that-tune/799864.html)
submitted by Wolfgatewest to indonesia [link] [comments]


2024.01.23 19:43 Surohiu Contoh Sisindiran Bahasa Sunda Kocak, Mampu Menggelitik dan Bikin Tertawa Terbahak-bahak

Contoh Sisindiran Bahasa Sunda Kocak, Mampu Menggelitik dan Bikin Tertawa Terbahak-bahak submitted by Surohiu to Pasundan [link] [comments]


2024.01.23 19:40 Surohiu Uniknya Bahasa Sunda di Cirebon yang Tetap Bernuansa Jawa

Uniknya Bahasa Sunda di Cirebon yang Tetap Bernuansa Jawa submitted by Surohiu to Pasundan [link] [comments]


2024.01.12 02:19 ContactAdventurous22 Etimologi "Orang" dan "Udang" dalam bahasa Melayu, Sunda, dan Jawa

Etimologi submitted by ContactAdventurous22 to u/ContactAdventurous22 [link] [comments]


2024.01.11 20:21 Surohiu 5 Situs Akurat Translate Bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia

5 Situs Akurat Translate Bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia submitted by Surohiu to Pasundan [link] [comments]


2024.01.11 15:23 sumpitsakit Etimologi "Orang" dan "Udang" dalam bahasa Melayu, Sunda, dan Jawa

Etimologi submitted by sumpitsakit to ondonesia [link] [comments]


2024.01.11 10:43 budkalon Etimologi "Orang" dan "Udang" dalam bahasa Melayu, Sunda, dan Jawa

Etimologi submitted by budkalon to indonesia [link] [comments]


2024.01.02 13:45 scott_gaming1 Streak 33

Baru-baru ini saya mencari cara yang paling bagus untuk belajar. Setelah melihat-lihat Reddit dan Youtube selama waktu yang jauh terlalu panjang, saya pikir saya harus berhenti menghabiskan konten dan benar-benar memperbaiki cara belajar saya.
Pertama-tama, cara yang saya selalu dengar tentang adalah 'pengulangan spasi.' Ketika aplikasi seperti 'Anki' digunakan, itu dikatakan bahwa otak Anda ingat informasi lebih bagus. Alasannya karena jika informasi dipelajari beberapa kali, otaknya merasa bahwa informasinya penting sekali. Akibatnya, Anda tidak akan lupa informasinya. Makanya cara ini sangat efektif untuk menahan informasi, khususnya untuk ujian-ujian. Bulan-bulan yang lalu, saya memulai melakukan pengulangan spasi untuk bahasa Indonesia, untuk kumpulan kosakata kecil saja. Sejauh saya tahu, caranya sukses, karena setiap kata yang terletak di kumpulan kosakata belum saya lupakan. Besok kosakata baru dari streak saya pada masa lalu akan saya tambahkan ke daftar kosakata untuk pengulangan spasi saya.
(Lihat, ini jenis hal yang ingin saya tulis. Mungkin lebih pendek, tetapi lebih terpinci dan lebih kosakata baru harus saya pelajari.)
submitted by scott_gaming1 to writestreakindonesian [link] [comments]


2024.01.01 22:31 Affectionate_Cat293 Papuan independence is not realistic

The recent funeral procession of former Papuan Governor Lukas Enembe (who was convicted of embezzlement) transformed into a pro-West Papuan independence rally (see here). In that video, the morning star was changed into the Star of David (probably also to show support of Israel), while people were screaming "merdeka!". There are also other videos where people were singing "Papua bukan merah putih", a pro-independence tune, while waving the Morning Star Flag.
We all know the radical human rights defender Veronica Koman who advocated for an independence referendum as the ultimate solution for the Papuan problem. But assuming that the government decided to pull a Habibie and hold an independence referendum in West Papua, how realistic is that referendum? Is independence really realistic?
I am not going to discuss about the division of ethnicity and language or economic development to assess whether Papuan independence is "realistic" or not. I think what is often missing in the conversation is the current demographic makeup of West Papua and the nature of elections in the Central Mountains of Papua. For an independence referendum and a possible eventual independence to occur, these major issues would need to be resolved. National identity can be constructed despite ethnic or linguistic division and economic development is not a prerequisite for independence (otherwise Indonesia should not have been independent from the Dutch and this is actually a common trope used by European colonialists to maintain their grip in their colonies). But these two issues concern practicalities that have to be addressed for an independence referendum and an eventual independence to succeed. Unfortunately, as far as I am concerned, activists like Veronica Koman seem to have failed to take these into account.
Transmigrants and Orang Asli Papuas
According to the BPS (Indonesia's national statistics board), in 2010, there were 2,693,630 people who belong to "suku asal Papua" (indigenous Papuans) or 1.14% of the national population. In the former provinces of Western Papua and Papua, there were 760,422 and 2,833,381 inhabitants (respectively), so in total the population of Indonesian West Papua was 3,593,803 in 2010. If we assume that all the indigenous Papuans live in the former provinces of Western Papua and Papua, that means 75% of the population were native Papuans. But according to the same census, the percentage is a bit lower: in 2010, there were 387,816 and 2,121,436 indigenous Papuans in both former provinces in 2010, i.e. 2,509,252 Orang Asli Papuas (OAPs). That means officially, 69.8% of the Indonesian West Papuan population were OAPs and 30.2% non-OAPs in the year 2010.
That is a significant number. But OAPs are usually concentrated in the inland areas. So if you focus on the former province of Western Papua only (capital: Sorong), OAPs were a slim majority: 51%, while 49% were non-OAPs.
Here is a user-friendly makeup of ethnicity in Western Papua and Papua in 2010, the non-OAPs are mostly transmigrants sent during the Soeharto era.
If you look at the division at the regency level, it becomes even more interesting (although the data only account for the number of men). In 2010, non-OAPs have become a majority in Kota Sorong (67%), Sorong Regency (62.6%), Kota Jayapura (64.9%), Nabire (52.6%), Mimika (59.8%), Merauke (63.4%) and Keerom (60.57%). OAPs were only an overwhelming majority in inland regencies, especially in the Central Mountains of Papua where the noken system is in place for elections (e.g. in the regency where the OPM is active, Nduga, OAPs constituted an overwhelming majority of 99.1%). In the former province of Western Papua, you can see a similar phenomenon: in Kaimana that is located on the coast, 47.2% were non-OAPs, while in Maybrat that is located inland, only 3.9% were non-OAPs.
In other words, the coastal areas, especially the main cities, are no longer Papuan majority. The majority of the population is non-OAPs. Meanwhile, the OAPs are still an overwhelming majority in the inland areas, especially the Central Mountains of Papua.
These data are from 2010, how about 2020? In 2020, the census result shows that the population of both provinces has grown fast to 1,134,068 and 4,303,707 inhabitants (respectively). I cannot find any data about the ethnic makeup. But since the fertility rate of Papua and Western Papua is significantly higher than the provinces where the transmigrants come from (like the Javanese provinces), it might be that there are more OAPs today in term of percentage than before.
Indonesian “Settler Colonialism” and “Papuan Genocide”?
Pro-West Papuan independence activists and academics try to frame transmigration as a form of settler colonialism that leads to the “minoritisation” of OAPs or even a “genocide”. They often try to raise this issue at the international level, including in the United Nations. For example, this is a prophecy made by an NGO coalition in 2015:
Research that analyzed the demographic trends in Tanah Papua predicted a catastrophe for the Papuan people. In 1971, they made up 96,09% of the population of the region. In 2020, they will make up only 28,99% of the population; a small and rapidly dwindling minority.
This claim seems to be based by a paper made by Jim Elmslie (“Honorary Research Fellow and convener of the West Papua Project, the Department for Peace and Conflict Studies at the University of Sydney”) in 2010. He also made the following “estimation” for the 2010 data when the BPS had not yet released the ethnic makeup:
Assuming the historical Papuan annual growth rate has been maintained over the course of the last decade the Papuan population in mid 2010 (at the time the census was conducted) would be 1,790,777. This equates to 49.55% of the total 2010 population of West Papua of 3,612,854. Accordingly the non-Papuan population would be 1,822,677, or 50.45%.
As we can see, in comparison with the official BPS data, this is an overestimation, since only 30.2% of the whole West Papuan population is non-OAPs (and 49% for the province of Western Papua).
This is how he tried to rationalise why his estimation was way off in a later publication:
However the total number of Papuans in the 2000 Indonesian census, where there was a breakdown of tribal populations, was 1,505,405 while the number of Papuans in the 2010 Indonesian census (Papua and Papua Barat provinces) was 2,409,670. This seems hard to believe as it implies a Papuan population growth rate of nearly 5%. The historical Papuan growth rate was 1.84% (1971 to 2000). The current estimated growth rate for the whole of Indonesia is 1.40%. The 2013 estimate for the growth rate of PNG is 2.1%. How can a growth rate of 5% for the Papuan population be explained? The answer to this question explains why there is a divergence of my previous predictions and the figures released by BPS.
(...)
Anecdotally there has been an incentive for the local regent (bupati) and other local leaders and politicians to inflate the number of people in villages and tribes to leverage more resources from the provincial government – funds allocated for health and education services for instance. This may or may not have had an effect on census data.
(...)
Together the above points mean that the data provided by BPS must be used with a degree of caution. It is highly possible that Papuans who missed out on earlier censuses due to their isolation were included in subsequent censuses as the strengthening Indonesian state apparatus and modern communications and transportation improved the efficiency of BPS field operatives. It is also quite possible that the numbers of Papuan people living in remote regions have been inflated to secure more government funding (and electoral advantage).
I am not really qualified to evaluate this claim. But irrespective of what to believe, the clear fact is that a significant percentage of the West Papuan population is non-OAPs. The major cities and the coastal areas are most likely non-OAP majority, while the inland area remains overwhelmingly OAP majority.
The Settler Problem
While pro-Papuan independence tried to raise the issue of minoritisation and genocide to arouse sympathy from the international community, what is often missing from the conversation is: if Veronica Koman’s wish were to be fulfilled, what rights would the settlers have? Would they have a say in the hypothetical referendum, especially since many of them are born in Tanah Papua? In case of a West Papuan independence, would they receive West Papuan citizenship?
If the settlers were excluded, that would go against the common practice of independence referendums in the past decades. In 1991, Russian speakers (which include both ethnic Russians and other ethnicities of the former USSR) could participate in independence referendums in Latvia and Estonia. The 2020 and 2021 independence referendums in New Caledonia were not limited to the indigenous Kanaks (who are also Melanesians like West Papuans). The 2014 Scottish independence referendum has no requirement of having Scottish blood since the Union of the Crowns in 1603.
If we assume that the settlers can participate, and we believe in the activists’ claim about “minoritisation”, then the referendum is doomed to fail. It is no secret that the settlers (which the activists try to portray as “Muslim Javanese”, but in reality, also include a lot of people from Manado and Maluku) are loyal to the Republic. If they really constitute 51% of the population, even if we assume that all the OAPs will vote for independence, that means there is no chance for the independence camp to succeed. In this sense, Papuan independence is not realistic.
If we believe in the BPS instead, the situation might get trickier. Let us assume 30% of West Papua is non-OAPs now. It is unrealistic to expect all the OAPs to vote for independence; there is a clear division between the coastal areas that are more welcoming of migrants and the inland area which is the hotbed of separatism. I would expect the result to be much closer than the 1999 East Timorese referendum (where 21.5% voted against independence). There will be a clear division between the inland areas (like Nduga and Lanny Jaya) that will overwhelmingly vote for independence and the coastal areas where they will most likely vote to remain with the Republic.
Unfortunately, people like Veronica Koman are still silent on this matter; we do not know if she is aware that her ultimate remedy of independence referendum may end up failing if the activists’ claim were true, while the referendum has more chance to succeed if the BPS turned out to be right.
Then if independence were to be granted, what would happen to the settlers? Based on similar situations in other parts of the world, there are several possible “models”:
1) The Algerian model: the Pieds-Noirs and the Jews left for France (outright ethnic cleansing)
2) The Latvian model: citizenship only granted to those whose ancestors were born in or before 1963, the rest will either become a permanently-resident non-citizen (nepilsoņi) or is forced to leave the territory (unlike in Latvia, they cannot be forced to “integrate” by learning a “national Papuan language” because there are hundreds of different languages in Papua, unless Papuan Malay were to be the national language)
3) The Malaysian model: settlers granted citizenship but with special privileges for the indigenous people
4) The South African model: the creation of a “rainbow nation” where both OAPs and non-OAPs coexist in harmony and equality, but there is a risk of the non-OAPs becoming a market-dominant minority and thus ended up fuelling social unrest based on economic inequality
Unfortunately none of the activists have ever discussed about what would happen with the non-OAPs after a possible independence. Without solving this issue, independence remains nothing but a slogan, and will be a very messy affair without proper planning.
Voting System to Use
Another issue with a potential independence referendum is the voting system to use. I suppose the referendum will seek to follow the international standard by adopting a universal suffrage for adults with secret ballots. This can be easily done in the coastal areas that have participated in national and regional elections in Indonesia since Reformasi. But how about the Central Mountains of West Papua? This is where the issue gets tricky.
In electing whether Prabowo will be president, whether a certain pastor will become a Senator or whether Lukas Enembe will be governor, the Central Mountains Region of Papua use the noken system. Noken is a traditional Papuan bag that has become a symbol of being Papuan and is also recognised as a UNESCO Intangible Cultural Heritage in 2012 (note on the word “intangible” instead of tangible, since noken is deemed to have various social and spiritual meanings).
The noken system is practiced in the cultural area of Mee Pago an La Pago. Basically there are different varieties of the system. What is notable is that there is no more universal suffrage with secret ballots. In one variety, the tribe meets together to discuss whom they will vote fohow the votes will be distributed between the candidates of a legislative election, and then they decide by consensus. On election day, the tribes will vote in the open by putting the ballots in noken bags. In this context, the election is symbolic and is seen as a celebration. In another variety, the big man of the tribe simply chooses on behalf of the tribe.
The system is really controversial because it is prone to abuse. You can read more here, but basically it encourages vote buying and the inflation of total number of voters (daftar pemilih tetap/DPT), since the electoral commission simply assumed that in a given tribe there is an X number of people. Here is a good summary from contributors of Wikipedia (you can further trace the source of the statements on the Wiki page):
Pada periode 2009–2014, jumlah daftar pemilih tetap Provinsi Papua meningkat dari sekitar dua juta menjadi 3,2 juta, walaupun pertumbuhan penduduk Papua tidak secepat itu. Peningkatan paling besar terlihat di wilayah Pegunungan Tengah. Pada tahun 2012, KPU Papua menetapkan bahwa seluruh 32 distrik di Kabupaten Nduga akan memiliki daftar pemilih tetap yang sama, yaitu 4.587 orang, untuk "menghindari konflik". Untuk pemilihan Gubernur tahun 2013, KPU Papua menetapkan daftar pemilih tetap untuk Mimika sebesar 223.409 pemilih, meskipun hasil sensus tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk kabupaten tersebut hanya 182.001 jiwa.
You also have abnormal results like 100% landslide victory for a certain candidate in certain areas with 100% turnout. Prabowo in 2014 complained about this and compared Indonesia to North Korea, perhaps unaware of the noken system in place in Papua.
So the eventual question is: if we have an independence referendum as wished by Veronica Koman, do we use the noken system for the Central Mountains of Papua or not? The issue is further complicated by the disputed “indigenousness” of the noken system. On the one hand, you have Papuan writers like Pieter Ell et al who claimed that the idea for a noken system appeared spontaneously during a bakar batu celebration. The Papuan People Council, which is a special representative body for OAPs in the Province of Papua, said the system has been practiced by Mee Pago and La Pago peoples for ages, and supposedly it was implemented for the first time during the 1971 legislative elections under Soeharto. On the other hand, anthropologist Birgit Bräuchler suspected that the system is a modern invention, which may be used to legitimise the Act of Free Choice in 1969 whereby 1,025 "tribal leaders" were handpicked by the military and they agreed by acclamation to join Indonesia. Some Papuan figures have also casted their doubt, like Titus Pekei (who campaigned for the recognition of noken bags in UNESCO) who said the system is a mistaken interpretation of the actual meaning of noken.
If we were to dismiss the noken system and use the international standard of universal suffrage with secret ballots, there would be the challenge of fixing the list of eligible voters. So the pro-independence people would need to depend on the Indonesian government to conduct a survey/census to Nduga, Lanny Jaya, Jayawijaya etc for that purpose. People like Veronica Koman have not thought this far; as long as this issue remains unsolved, an independence referendum remains unrealistic.
Conclusion
Activists like Veronica Koman tried to argue that independence referendum is the ultimate solution for the Papuan problem. For her, it would restore the dignity of West Papuans in the face of colonialism and racism by the Indonesian colonial regime. I do agree that there is a serious issue of racism and economic inequality in West Papua. OAPs are often stereotyped as being lazy, brutish, smelly and drunkard. When Frans Kaisiepo was introduced into the 10,000 rupiah bill, some people were ridiculing him as a “monkey”. Member of Komnas HAM Natalius Pigai who was critical of Jokowi was compared to a gorilla. But I think her strategy of focusing so much (or rather solely) on independence might be counterproductive; she could have spent her energy more on addressing the issue of racism and inequality.
Moreover, Koman’s dream of independence remains unrealistic as long as the issue of transmigrants and the noken system remains unsolved. Ironically, if her fellow activists who were trying to portray a phenomenon of minoritisation and genocide were correct, it might be that her beloved independence referendum would lead to a resounding rejection of independence, and the issues of racism and economic inequality would remain.
submitted by Affectionate_Cat293 to indonesia [link] [comments]


2023.12.14 02:37 MiserablePrince Beberapa Miskonsepsi Umum Sejarah Majapahit

1. Majapahit adalah nama kerajaan. Nama-nama seperti Kaḍiri, Tumapĕl (Singhasāri), Mataram, dan Majapahit bukanlah nama-nama kerajaan maupun negara, melainkan nama-nama ibukota yang berkuasa. Dalam berbagai teks Jawa Kuno maupun catatan sezaman, negara yang disebut hanya bernama Jawa seperti pulaunya. Satu-satunya negara di pulau Jawa yang tidak disebut sebagai "Jawa" adalah Suṇḍa, yang merupakan sebuah kerajaan yang benar-benar berbeda dari Jawa.
2. Gajah Mada bergelar Mahapatih. Dalam berbagai prasasti era Majapahit yang dapat ditemukan, tidak ada gelar yang bernama Mahapatih atau "patih tertinggi". Gelar yang digunakan oleh Gajah Mada dan para pejabat sebelum dirinya adalah mapatih atau apatih. Menurut Tomé Pires dalam catatannya, Suma Oriental, terdapat penyebutan raja bawahan sebagai patih, akan tetapi patih yang berkuasa di ibukota tidak dijuluki Mahapatih, melainkan Gusti Patih. Gelar penuh Gajah Mada dalam prasasti Prapañcasa̅rapura adalah rake mapatih ring majhapahit pu gajah mada, bukan rake mahapatih ring majhapahit pu gajah mada.
3. Raden Wijaya keturunan Sunda. Pada era Kesultanan Mataram, naskah Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa pendiri Majapahit berasal dari Pajajaran dan bernama Jaka Sesuruh, diambil dari cerita rakyat Sunda Jaka Susuru. Berita ini tidak benar, karena diketahui bahwa pendiri Majapahit bukan bernama Jaka Sesuruh dan tidak berasal dari Pajajaran, melainkan bernama Narārya Sanggrāmawijaya, seorang pangeran dari Tumapĕl. Gagasan dari Babad Tanah Jawi diambil kembali oleh penulis Naskah Wangsakĕrta, konon berasal dari Cirebon, yang menyebutkan bahwa ayah Dyah Wijaya, Dyah Lĕmbu Tal, merupakan seorang wanita dan menikahi putra raja Suṇḍa. Autentisitas Naskah Wangsakĕrta diragukan oleh banyak sejarawan. Diperkirakan bahwa naskah ini ditulis pada tahun 1960-an, bukan abad ke-17 seperti yang diklaim. Nama Dyah Lĕmbu Tal terdapat pada Kakawin Nāgarakṛtāgama dan merupakan putra dari Narasinghamūrti, raja Tumapĕl, dicandikan sebagai Buddha setelah kematiannya. Ada pula Harṣawijaya, yang juga merupakan putra dari Narasinghamūrti, akan tetapi apakah mereka adalah orang yang sama tidak diketahui dengan pasti.
4. Jayanagara putra Dara Pĕṭak dari Malayu. Nama Dara Pĕṭak terdapat pada naskah Pararaton yang ditulis pada sekitar akhir abad ke-15 Masehi. Disebutkan bahwa Dara Pĕṭak adalah putri Malayu yang diperistri oleh Raden Wijaya (Kṛtarājasa) dan melahirkan Raden Kalagĕmĕt (Jayanagara). Namun, prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh Kṛtarājasa tidak pernah menyebut nama Dara Pĕṭak sama sekali, dan justru menyatakan bahwa Jayanagara merupakan putra dari Tribhuwaneśwarī, permaisurinya. Selain itu, Pararaton juga salah menyebutkan bahwa hanya ada dua putri Kṛtānagara yang menjadi istri Wijaya, di mana prasasti menyatakan bahwa keempatnya menikahi Wijaya. Jayanagara juga tidak pernah memiliki nama Kalagĕmĕt, melainkan sudah bernama Jayanagara sejak lahir, seperti yang tertera pada prasasti Kudadu (1294).
5. Majapahit runtuh oleh Dĕmak. Dalam tradisi Jawa Baru, dipercaya bahwa Majapahit runtuh oleh serangan Dĕmak di bawah kepemimpinan Raden Patah. Akan tetapi, ini tidak benar. Menyinggung miskonsepsi nomor 1, diketahui di dalam Pararaton bahwa Majapahit bukan lagi ibukota Jawa sejak tahun 1478, setelah serangan anak-anak Sang Sināgara (Rājasawardhana) yang membuat basis pertahanan di Jinggan* melawan paman mereka, Singhawikramawardhana Dyah Suraprabhāwa. Dalam prasasti Pĕṭak dan Jiyu III (1486) yang dikeluarkan raja Girīndrawardhana Dyah Raṇawijaya, ibukota Jawa pernah berpindah ke Kĕling setelah perang melawan Majapahit. Pada Suma Oriental (1513), ibukota telah berpindah lagi ke Daha, kemungkinan dengan raja yang sama. Serangan Dĕmak pada 1527 meruntuhkan Daha, bukan Majapahit, dan berada di bawah kepemimpinan Sultan Tranggana, bukan Raden Patah.
6. Brawijaya adalah raja Majapahit terakhir. Miskonsepsi ini juga berasal dari Babad Tanah Jawi dan naskah-naskah Jawa Baru era Kesultanan Mataram lainnya, yang menyebutkan bahwa raja Majapahit terakhir bernama Brawijaya. Ada pula yang menyebutkan bahwa Brawijaya adalah gelar terus menurus raja-raja Majapahit, dengan raja yang terakhir bergelar Brawijaya V. Seperti yang disinggung pada nomor 4, raja Jawa yang ditulis dalam Suma Oriental diperkirakan merupakan raja yang sama dengan Girīndrawardhana Dyah Raṇawijaya, hal ini dikarenakan nama raja Jawa dalam Suma Oriental adalah Batara Vojyaya (ejaan Portugis untuk Baṭhāra Wijaya), nama yang mirip dengan Raṇawijaya. Gelar Bhaṭāra dalam bahasa Jawa dapat disandhikan (disingkat) menjadi Bhrā, sehingga didapatkanlah nama Bhrā Wijaya. Nama inilah yang kemudian dituliskan sebagai Brawijaya dalam berbagai naskah Jawa Baru. Tidak ada pula Brawijaya sebagai gelar terus menerus dalam satu pun naskah maupun prasasti era Majapahit. Pada umumnya, gelar abhiṣeka seorang raja Jawa Kuno tidak diturunkan terus-menerus layaknya gelar raja pada era Jawa Baru.
7. Raden Patah adalah putra Brawijaya. Menyinggung nomor 6, telah kita ketahui bahwa tokoh Brawijaya dalam naskah-naskah Jawa Baru bukanlah raja Majapahit yang sesungguhnya. Lantas, apakah Raden Patah merupakan putra Dyah Raṇawijaya, raja wangsa Rājasa yang terakhir? Silsilah kekeluargaan Raden Patah dapat ditemukan dalam Suma Oriental, catatan perjalanan duta Portugis Tomé Pires yang mengunjungi Jawa pada 1513. Disebutkan bahwa kakek Pate Rodim (Raden Patah) merupakan seorang budak dari Gresik yang dimiliki penguasa Dĕmak sekitar empat puluh tahun yang lalu. Penguasa Dĕmak memerintahkannya untuk melawan Cirebon dan akhirnya menjadi penguasa (patih) Cirebon. Ada juga yang menyebutkan bahwa kakek Pate Rodim adalah seorang pedagang. Hal ini sesuai dengan catatan Tomé Pires yang sebelumnya mengenai para patih muslim yang berkuasa di pesisir utara pulau Jawa, bahwa mereka adalah keturunan dari pedagang-pedagang muslim dari luar Jawa yang mengambil alih kekuasaan para penguasa Jawa yang sebelumnya.
submitted by MiserablePrince to u/MiserablePrince [link] [comments]


2023.12.13 14:32 Aqsha_Rayagung Peta Persebaran Bahasa di Pulau Jawa Tahun 1895

Peta Persebaran Bahasa di Pulau Jawa Tahun 1895
Disclaimer!!! penamaan & pengkategorian bahasa pada Peta Persebaran Bahasa dalam konten ini tidak dapat sepenuhnya merepresentasikan/mencerminkan kondisi saat ini
Terjemahan dari keterangan pada Peta A. Maleisch = Bahasa Melayu (Betawi) (?)
B. Soendaneesch = Bahasa Sunda
C. Javaansch = Bahasa Jawa (Pesisiran & Arekan) (?)
C.a. Cheribonsch Javaansch = Bahasa Jawa-Cirebon (Banyumasan) (?)
C.b. Solo Javaansch = Bahasa Jawa-Solo (Mataraman) (?)
D. Tenggereesch = Bahasa Tengger
E. Madoereesch = Bahasa Madura
F. Warna Arsir = Campuran 2 Bahasa atau lebih
Note: (?) = Terjemahan tidak persis dengan yang ada pada Peta sehingga dikaitkan dengan kondisi sekarang untuk sedikit memudahkan pemahaman dalam pengkategorian bahasa namun belum tentu benar
submitted by Aqsha_Rayagung to indonesia [link] [comments]


2023.12.07 03:20 sumpitsakit Map of Sundanese dialects spoken in Banten and Western Java

Map of Sundanese dialects spoken in Banten and Western Java submitted by sumpitsakit to ondonesia [link] [comments]


http://activeproperty.pl/